Islam adalah
agama yang indah dan paripurna yang mengajarkan seluruh aspek kehidupan
manusia. Islam mengajarkan adab dan akhlak yang tinggi, menghormati yang tua
dan menyayangi yang muda, menjaga keharmonisan hubungan keluarga dan
menghilangkan hal-hal yang dapat merusak hubungan persaudaraan.
Islam sangat
menganjurkan silaturahmi. Bahkan, silaturahmi merupakan inti dari ajaran Islam,
sebagaimana diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Amr
bin ‘Abasah as-Sulami berkata,“Aku berkata,“Dengan apa Allah mengutusmu?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah mengutusku dengan
silaturrahim, menghancurkan berhala dan agar Allah ditauhidkan, Dia tidak
disekutukan dengan sesuatupun.” (HR. Muslim no. 1927)
Oleh karena
itu, pada edisi kali ini Penulis akan sedikit membahas tentang silaturahmi,
agar dapat menumbuhkan rasa semangat untuk bersilaturahmi dan agar silaturahmi
yang kita lakukan sesuai dengan ajaran Islam.
MAKNA SILATURAHMI
Silaturahim
berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah
adalah bentuk mashdar dari kata washola-yashilu yang berarti ‘sampai,
menyambung’. ar-Raghib al-Asfahani berkata, “yaitu menyatunya beberapa hal,
sebagian dengan yang lain.” (al-Mufradat fi Gharibil Qur-an, hal. 525)
Adapun kata
ar-rahim, Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “adalah hubungan kekerabatan, yang
asalnya adalah tempat tumbuhnya janin di dalam perut.” (Lisanul ‘Arab)
Jadi,
silaturrahim artinya adalah ‘menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki
hubungan nasab’.
HUKUM DAN TINGKATAN SILATURAHMI
Al-Qadhi
‘Iyad rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat, bahwasanya hukum
silaturahmi adalah wajib (secara umum) dan memutus silaturahmi adalah dosa
besar. Namun, menyambung silaturahmi mempunyai beberapa tingkatan dan yang
paling rendah adalah menyambung kembali hubungan yang telah putus dengan
berbicara atau hanya sekedar mengucapkan salam, supaya tidak masuk ke dalam
pemutusan hubungan kerabat. Dan itu berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan, ada yang wajib dan ada yang sunnah. Jika seseorang menyambung
sebagian hubungan kerabat tapi tidak sampai seluruhnya, maka dia tidak bisa
dikatakan memutus hubungan kerabat. Tetapi, jika kurang dari kewajaran yang
semestinya dari silaturahmi, maka belum bisa seseorang disebut menyambung.”
SILATURAHMI DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
Allah ta’ala
menganjurkan hamba-Nya untuk saling menyambung silaturahmi dalam kitab-Nya,
begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits,
diantaranya ialah firman Allah, “Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturrahim” (QS. an-Nisa': 1)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia! Ucapkanlah salam,
sambunglah silaturrahim, berikanlah makan dan shalatlah di malam hari tatkala
manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR.
at-Tirmidzi No. 2485 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah
III/155)
KEUTAMAAN SILATURAHMI
Islam adalah
agama yang indah nan sempurna. Tidaklah Islam memerintahkan sesuatu, kecuali
pasti ada kebaikan dan keutamaan yang akan didapatkan pelakunya, sebagaimana
silaturahmi ini. Diantara keutamaan silaturahmi ialah:
(1). Merupakan Sebagian dari Konsekuensi Iman dan
Tanda-tandanya.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah
ia menyambung hubungan silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari no. 5787)
(2). Mendapatkan Keberkahan Umur dan Rizki
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan
dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahim.” (HR.
al-Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2557)
(3). Salah Satu Penyebab Utama Masuk Surga dan Jauh
dari Neraka
Dari Abu
Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata,
“Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam Surga
dan menjauhkan aku dari Neraka.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
”Engkau
menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan menyambung tali silaturahmi.” (HR. al-Bukhari no. 1396 dan Muslim no.
13)
(4). Merupakan Amalan yang Paling Dicintai Allah dan
Paling Utama
Seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ya
Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Beriman
kepada Allah.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab,
“Kemudian menyambung silaturahmi.” (Shahih at-Targib wa at-Tarhib no. 2522)
BENTUK-BENTUK BERSILATURAHMI
Silaturahmi
merupakan ibadah yang agung, mudah dan membawa berkah. Banyak cara yang bisa
dilakukan untuk mewujudkan silaturahmi, diantaranya dengan berziarah, memberi
hadiah, memberi nafkah, berlaku lemah-lembut, bermuka manis (senyum),
memuliakannya dan semua yang manusia itu menganggapnya silaturahmi.
SILATURRAHIM BUKAN HANYA DENGAN MEMBALAS BUDI
Banyak orang
yang mengakrabi saudaranya setelah saudaranya mengakrabinya, mengunjungi
saudaranya setelah saudaranya mengunjunginya, memberikan hadiah setelah ia
diberi hadiah dan seterusnya. Dia hanya membalas kebaikan saudaranya. Sedangkan
kepada saudara yang tidak mengunjunginya -misalnya-, dia tidak mau berkunjung.
Ini belum dikatakan menyambung tali silaturrahim yang sebenarnya. Yang disebut
menyambung tali silaturrahim sebenarnya adalah orang yang menyambung kembali
terhadap orang yang telah memutuskan hubungan kekerabatannya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Bukanlah penyambung orang yang
hanya membalas. Tetapi penyambung adalah orang yang apabila diputuskan
hubungan, dia menyambungnya.” (HR. al-Bukhari no. 5991)
Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan, “Peniadaan sambungan tidak pasti menunjukkan adanya
pemutusan. Karena, mereka ada tiga tingkatan: Orang yang menyambung, Orang yang
membalas, dan Orang yang memutuskan. Orang yang menyambung adalah orang yang
melakukan hal yang lebih dan tidak diungguli oleh orang lain. Orang yang
membalas adalah orang yang tidak menambahi pemberian lebih dari apa yang dia
dapatkan. Sedangkan orang yang memutuskan adalah orang yang diberi dan tidak
memberi. Sebagaimana terjadi pembalasan dari kedua pihak, maka siapa yang
mengawali berarti dialah yang menyambung. Jikalau ia dibalas, maka orang yang
membalas dinamakan mukafi` (pembalas).” (Fathul Bari 10/427)
JIKA KERABAT NON MUSLIM
Allah ta’ala
berfirman:
“Allah tidak
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah:
8)
Syaikh
as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Artinya, Allah tidak melarang kalian dari
kebaikan, silaturahmi dan membalas kebaikan, serta berlaku adil terhadap
kerabat kalian dari kalangan kaum musyrikin atau yang lain. Hal ini bila mereka
tidak mengobarkan peperangan dalam agama terhadap kalian, tidak mengusir kalian
dari rumah-rumah kalian.
Maka, tidak
mengapa kalian berhubungan baik dengan mereka dalam keadaan seperti ini, tidak
ada kekhawatiran dan kerusakan padanya.”
Ibnu Katsir
rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan membawakan hadits dari Asma` bintu Abu
Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma, dia mengatakan, “Ibuku datang dalam
keadaan masih musyrik, di waktu perjanjian damai yang disepakati orang Quraisy.
Maka, aku datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya,
‘Wahai Rasulullah, ibuku datang dan ia ingin berbuat baik. Bolehkah aku berbuat
baik kepadanya?’ Rasulullah berkata, ‘Ya, berbuat baiklah kepada ibumu’.” (HR.
Al-Bukhari no. 5978 & Muslim no. 2322)
SILATURAHMI TATKALA HARI RAYA
Silaturahmi
adalah ibadah yang tidak ada kaitannya dengan waktu (Ramadhan, Hari Raya, atau
yang lainnya), tidak ada dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjelaskan
tentang anjuran untuk ber-silaturahmi khusus pada Hari Raya. Akan tetapi,
perintah untuk bersilaturahmi bersifat umum, yang bisa dilakukan kapan saja
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Berbeda
halnya, jika silaturahmi itu dilakukan pada saat Hari Raya, misalnya, karena
memang tidak ada lagi kesempatan lain untuk bisa bertemu, kecuali pada saat
Hari Raya, maka yang demikian ini tidak mengapa. Namun, jika hal ini dianggap
suatu kemestian dan diyakini sebagai adat-istiadat yang berkaitan dengan ajaran
islam, atau merupakan rangkaian ibadah yang harus dilakukan pada Hari Raya,
atau menyakini, bahwa hal tersebut lebih utama apabila dilakukan pada Hari
Raya, maka ini tidak benar, karena Islam tidak mensyariatkan hal tersebut.
ANCAMAN BAGI PEMUTUS SILATURAHMI
[1]. Tidak Akan Masuk Surga
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang
memutus tali silaturrahim.” (HR. al-Bukhari no. 5984)
[2]. Mendapat Siksaan di Dunia dan di Akhirat
Sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada dosa yang lebih cepat
siksaannya di dunia bagi pelakunya, serta diperlambat siksaannya di akhirat
kelak dari pada orang yang zhalim dan memutus hubungan silaturahmi.”
(ash-Shahihah no. 917)
FAKTOR PENYEBAB PUTUSNYA SILATURAHMI
Di antara
penyebabnya adalah: Kebodohan, Minimnya agama, Cinta dunia dan
menyibukkan diri dengannya, Zhalim dan jahat terhadap kerabat, dan Adanya
problematika rumah tangga. (Dinukil dari kitab Tabshiratul Anam bil
huquqi fil Islam hal. 131-132)
[Oleh:
Muhammad Nashihuddin al-Faruqi]
Komentar
Posting Komentar